Pemanasan Sebelum Belajar Emosi
1.1 a. Kata apa
saja yang menggambarkan dirimu hari ini ?
Kata yang menggambarkan hari
ini ialah ngantuk saat bangun dari tidur, senang dan semangat saat berangkat
kuliah, tapi terkadang semangat itu berubah menjadi pans, capek, bete jika
sudah bertemu dengan kemacetan di jalan apalagi kalau angkutan yang di naiki
sering ngetem.
1.1 b.
Dapatkah
anda menghayati perasaan yang anda alami setiap hari ?
Dapat, seperti:
·
Perasaan bosan, jika macet di jalan.
·
Perasaan senang, jika sudah
sampai di rumah
·
Perasaan sedih, jika waktu
libur berkurang
Berikan judul gambar di bawah ini
dan apa yang akan terjadi?
Gambar 1. Kucing Melompat
Judul: KEGAGALAN KUCING MELOMPAT
Kronologis:
Pada
awalnya 2 kucing tersebut sedang asyik bercanda di atas sebuah batang pohon
besar, kemudian salah satu kucing tersebut melompat dan akan ditangkap oleh
kucing yang ada di bawahnya yang sudah meregangkan tangannya. Karena
mendapatkan gaya dorongan dari kucing yang melompat, maka alhasil mereka berdua
jatuh bersamaan, kemudian mereka guling-gulingan dan setelah itu mereka saling
kejar-kejaran.
2.1 a. Andaikata
dilarang tersenyum, apa saja yang akan terjadi?
Tentunya wajah
setiap orang akan terlihat jutek, jahat, dan juga dapat menimbulkan
kerenggangan antar individu dan akan menimbulkan sifat su’udzan tiap individu.
2.1 b. Andai manusia dapat terbang apa yang
akan terjadi?
·
Tidak ada pesawat terbang
·
Rok tidak akan dipakai lagi
·
Di udara akan macet
·
Lampu lalu lintas di atas awan
2. 2. Bagaimana memperbaiki
metode pengajaran psikologi pendidikan?
Dengan melakukan praktek/ langsung terjun ke
lapangan.
3.1 Lanjutan
puisi:
Akan
kujalani sampai ku tiada
Walau
ombak lautan menerpa
Aku tetap
berjuang melangkah
Melangkah
menempuh wadah pencerah
3.2 Apa
kegunaan emosi untuk manusia?
Untuk
mengekspresikan perasaan yang ada pada manusia, dan juga kegunaan yang lain
yaitu agar hidup manusia tidak datar, dan dapat membagi perasaan ke sesama.
3.3 Apa
yang kalian pikirkan mengenai gambar di bawah ini?
Gambar 2. Pesawat Jatuh
Yang saya
pikirkan ialah mengenai keluarganya yang ditinggalkan, dan korban yang
mengalami kecelakaan, kematiannya sangat mengenaskan.
3.4 Apa
yang kalian pikirkan mengenai gambar di bawah ini?
Gambar 3. Mobil Jatuh
Yang saya
pikirkan ialah mengenai keluarganya yang ditinggalkan, dan korban yang
mengalami kecelakaan, jasadnya tidak dikenali karena hangus terbakar.
Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Emosi
1. Bagaimana
cara mengontrol emosi dengan cara tidak menyakiti hati orang lain?
2. Bagaimana
cara menimbulkan kepekaan seseorang?
3. Bagaimana
cara mengubah sikap negatif bila sikap itu merupakan pengaruh dari lingkungan,
dan berada dalam lingkungan tersebut?
4. Apakah
amarah diperlukan saat sedang menasehati?
5. Bagaimana
cara mengendalikan emosi?
6. Bagaimana
cara membaca emosi seseorang yang tertutup?
A. Pengertian Emosi
Menurut English an English, emosi adalah
“complex feeling state accompained by
characteristic motor and glanular activies”. (suatu keadaan perasaan yang
kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Sedangkan
Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada
diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal)
maupun pada tingkat yang luas (mendalam) (Yusuf, 2012).
Gambar 4. Emosi Manusia
Secara umum Al-Qur’an mengindentifikasikan perubahan fisiologis yang tereskpresikan dalam bentuk sikap atau tingkah laku. Seperti dalam table berikut ini:
No.
|
Perubahan Fisologis (faali)
|
Ayat
|
QS
|
1
|
Degup
Jantung
|
وَجِلت
قلوبهم
|
Al-Anfal:
2, Al-Hajj: 35
|
2
|
Reaksi
Kulit
|
تَقْشَعِرُّ
مِنْهُ جُلُودُ
|
Az-Zumar:
23
|
3
|
Reaksi
Pupil Mata
|
تَشْخَصُ فِيهِ
ٱلْأَبْصَٰرُ
|
Ibrahim:
42, Anbiya: 97
|
4
|
Reaksi
Pernapasan
|
صَدْرَهُ
ضَيِّقًا
|
Al-An’am:
125, Al-Hijr: 97, Al-Syu’ara: 13
|
5
|
Ekspresi
wajah berseri-seri
|
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ
مُّسْفِرَةٌ، ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ
|
Abasa:
38-39
|
6
|
Wajah
hitam pekat atau merah padam
|
وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّا
وَهُوَ كَظِيمٌ
|
An-Nahl:
58, Al-zumar: 60, Al-Zuhkhruf: 17
|
7
|
Pandangan
tidak konsentrasi (terpana)
|
زَاغَتِ ٱلْأَبْصَٰرُ
|
Al-Ahzab:
10, Shad: 63, An-Najm: 17
|
8
|
Menutup
telinga karena ketakutan
|
يَجْعَلُونَ
أَصَٰبِعَهُمْ فِىٓ ءَاذَانِهِم مِّنَ ٱلصَّوَٰعِقِ حَذَرَ ٱلْمَوْتِ
|
Al-Baqarah:
19
|
9
|
Menggigit
ujung jari
|
عَضُّوا۟ عَلَيْكُمُ
ٱلْأَنَامِلَ مِنَ ٱلْغَيْظِ
|
Ali Imran:
119
|
10
|
Reaksi
kinestetis dengan membolak-balik telapak tangan karena menyesal
|
يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ
|
Al-Kahfi:
42
|
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emosi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi emosi menurut Harlock (1987):
1.
Usia
Semakin
bertambah usia inidvidu, diharapkan emosinya akan lebih matang dan individu
akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan emosinya. Individu semakin baik
dalam kemampuan memandang suatu masalah, menyalurkan dan mengontrol emosinya
secara lebih stabil dan matang secara emosi.
2.
Perubahan fisik dan kelenjar
Perubahan fisik dan kelenjar pada diri individu akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada kematangan emosi. Sesuai dengan anggapan
bahwa remaja adalah periode “badai dan tekanan”, emosi remaja meningkat akibat
perubahan fisik dan kelenjar.
Beberapa
ahli juga menyebutkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi,
antara lain:
1.
Pola Asuh Orang Tua
Dari
pengalamannya berinteraksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola perilaku
anak tehadap orang lain dalam lingkungannya. Salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam keluarga adalah pola asuh orang tua. Cara orang tua
memperlakukan anak-anaknya akan memberikan akibat yang permanen dalam kehidupan
anak (Goleman, 2001).
2.
Lingkungan
Kebebasan
dan kontrol yang mutlak dapat menjadi penghalang dalam pencapaian kematangan
emosi remaja. Lingkungan di sekitar kehidupan remaja yang mendukung
perkembangan fisik dan mental memungkinkan kematangan emosi dapat tercapai
(Chaube, 2002).
3.
Jenis Kelamin
Laki-laki
dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan, mereka memiliki
pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga cenderung kurang mampu
mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh perempuan. Hal ini
menunjukkan laki-laki cenderung memiliki ketidakmatangan emosi jika
dibandingkan dengan perempuan (Santrock, 2003).
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi kematangan emosi
adalah usia, perubahan fisik dan kelenjar, cara orangtua memperlakukan
anak-anaknya, lingkungan, dan jenis kelamin.
Gambar 5. Punca Gangguan Emosi
C. Perkembangan Moral, Nilai dan Sikap
Dalam buku psikologi perkembangan
peserta didik oleh Prof. Sinolungan mengatakan nilai adalah suatu yang
diyakini kebenarannya, dipercayai dan dirasakan kegunaannya, serta diwujudkan
dalam sikap atau perilakunya.
Gambar 6. Macam-Macam Nilai
Istilah moral berasal dari kata Latin Mores
yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Moral
adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan
sebagainya (Purwadarminto, 1957). Dalam moral diatur segala perbuatan yag
dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik
dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara
perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali
dalam bertingkah laku.
Gambar 7. Animasi Mengenai Moral
Sedangkan,
menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu
terhadap sesuatu hal (Mappiare, 1982). Sikap berkaitan dengan motif dan
mendasari tingkah laku seseorang. Dapat diramalkan tingkah laku apa yang dapat
terjadi dan akan diperbuat jika telah diketahui sikapnya.
Bagaimana kaitannya
antara nilai, moral, dan sikap?
Dalam petanya dengan pengamalan nilai-nilai
hidup, maka moral merupakan kontrol dalam bersikap dan bertigkah laku sesuai
dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Misalnya, dalam pengamalan nilai hidup:
tenggang rasa, dalam perilakunya seseorang akan selalu memperhatikan perasaan
orang lain, tidak “semau gue”. Dia
dapat membedakan tindakan yang
benar dan yang salah.
Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam
masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi
berkaitan dengan moral. Dalam hal ini, aliran psikoanalisis tidak
membeda-bedakan antara moral,norma, dan nilai (Sarlito, 1991).
Dengan demikian, keterkaitan antara nilai,
moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Dengan
kata lain, nilai-nilai perlu dikenal lebih dulu, kemudian dihayati dan didorong
oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai nilai tersebut
dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
Jadi intinya, Sistem nilai
mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan
menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut.
Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang
harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan
perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang
mendasarinya.
Gambar 8. Kaitan Nilai, Moral dan Sikap
D. Teori Perkembangan Moral
1.
Teori Piaget
Jean Piaget
(1896-1980) menyusun teori perkembangan moralnya yang dikenal sebagai teori
struktural-kognitif. Teori ini melihat perkembangan moral sebagai suatu hasil
interaksi antara pelaksana aturan, pengikut atau pembuatnya secara individual
dengan kerangka jalinan aturan yang bersangkutan yang menunjukkan esensi
moralitas itu. Fokus teori ini ada pada sikap, perasaan (afeksi), serta kognisi
dari individu terhadap perangkat aturan yang bersangkutan (Kurtines, 1992:
513).
Gambar 9. Jean Piaget
Teori
struktur-kognitif Piaget dibangun berdasarkan penelitiannya mengenai struktur
kognitif dan perkembangan penalaran moral (moral reasoning) yang termuat dalam
karya klasiknya yang terbit pertama kali pada 1932, The Moral Judgement of the Child (Conn, 1982: 378). Piaget
melakukan penelitiannya dengan mengamati anak-anak yang bermain kelereng.
Pengamatan Piaget menunjukkan adanya kontradiksi yang jelas antara perubahan
persepsi yang berkaitan dengan usia dan ketaatan terhadap aturan. Kontradiksi
yang dimaksud diselesaikan dengan jalan mengklasifikasikan penalaran moral dan
anak-anak yang agak kecil dan yang agak besar (Burton, 1992: 323-324).
Berdasarkan
penelitian itu dirumuskan dua buah urutan perkembangan yang paralel: satu
rumusan urutan perkembangan berkenaan dengan pelaksanaan aturan, sedang rumusan
lainnya berkenaan dengan kesadaran akan peraturan. Masing-masing urutan
perkembangan melukiskan adanya peralihan dari orientasi yang bersifat
eksternal, egosentris dan heteronom, ke arah orientasi yang menunjukkan adanya
keinginan untuk bekerjasama dan berpegang pada aturan itu sebagai hasil
perjanjian bersama (Turiel dan Smetana, 1992:459).
2.
Teori Kohlberg
Teori
perkembangan moral Lawrence Kohlberg merupakan pengembangan teori
struktural-kognitif yang telah dilakukan Piaget sebelumnya. Di atas bangunan
teori Piaget itu, Lawrence Kohlberg mengusulkan suatu teori perkembangan
pemikiran moral (teori development-kognitif). Teori ini menyatakan bahwa setiap
individu melalui sebuah "urutan berbagai tahapan" (invariant sequence
of stages) moral. Tiap-tiap tahap ditandai oleh struktur mental khusus
(distinctive) yang diekspresikan dalam bentuk khusus penalaran moral (Kneller,
1984: 110).
Gambar 10. Lawrence Kohlberg
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
a.
Perkembangan
Kognitif Umum.
Penalaran moral yang tinggi (advanced) penalaran yang dalam
mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan,
hak-hak asasi manusia memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide
abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral bergantung
pada perkembangan kognitif (Kohlberg, 1976;Nucci,2006;Turiel,2002). Sebagai
contoh: anak-anak yang secara intelektual (gifted) berbakat umumnya lebih
sering berpikir tentang isu moral dan bekerja keras mengatasi ketidakadilan di
masyarakat lokal ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman sebayanya
(silverman,1994). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin
perkembangan moral. Terkadang siswa berpikir abstrak mengenai materi akademis
dan pada saat yang sama bernalar secara prakonvensional, yang berpusat pada
diri sendiri (Kohlberg, 1976; Silverman, 1994).
b.
Penggunaan
Ratio dan Rationale.
Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam
perkembangan moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan emosional yang
ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain. Menjelaskan kepada
anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat diterima, dengan fokus
pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi (induction)
(M.L.Hoffman,1970,1975).
c.
Isu dan
Dilema Moral.
Dalam teorinya mengenai perkembangan moral, Kohlberg
menyatakan bahwa anak-anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi
suatu dilema moral yang tidak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan
tingkat penalaran moralnya saat itu dengan kata lain, ketika anak menghadapi
situasi yang menimbulkan disequilibrium. Upaya untuk membantu anak-anak yang
menghadapi dilema semacam itu, Kohlberg menyarankan agar guru menawarkan
penalaran moral satu tahap di atas tahap yang dimiliki anak saat itu. Kohlberg
(1969) percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk memajukan tingkat
penalaran moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap. Dia berteori bahwa
cara anak-anak melangkah dari satu tahap ke tahap berikut ialah dengan
berinteraksi dengan orang-orang lain yang penalarannya berada satu atau paling
tinggi dua tahap di atas tahap mereka.
d.
Perasaan
Diri.
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral
ketika mereka berpikir bahwa sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata
lain ketika mereka memiliki pemahaman diri yang tinggi mengenai kemampuan
mereka membuat suatu perbedaan (Narfaez & Rest,1995). Lebih jauh, pada masa
remaja, beberapa anak muda mulai mengintegrasikan komitmen terhadap nilai-nilai
moral terhadap identitas mereka secara keseluruhan (M.L.Arnold, 2000; Biyasi,
1995; Nucci, 2001). Mereka menganggap diri mereka sebagai pribadi bermoral dan
penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain. Tindakan
altruistic dan bela rasa yang mereka lakukan tidak terbatas hanya pada teman-teman
dan orang-orang yang mereka kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.
F. Upaya Pengembangan Moral, Nilai, dan Sikap Serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Apa yang terjadi di dalam diri pribadi seseoang hanya dapat didekati
melalui cara-cara tidak langsung, yakni dengan mempelajari gejala dan tingkah
laku seseorang tersebut, maupun membandingkannya dengan gejala serta tingkah
laku orang lain. Di antaranya proses kejiwaan yang sulit untuk dipahami adalah
proses terjadinya dan terjelmanya nilai-nilai kehidupan dalam diri individu,
yang mungkin didahului oleh pengenalan nilai secara intelektual, disusul oleh
penghayatan nilai tersrbut, dan yang kemudian tumbuh di dalam diri seseorang
sedemikian rupa kuatnya sehingga seluruh jalan pikiran, tingkah lakunya, serta
sikapnya terhadap segala seuatu di luar dirinya, bukan saja diwarnai tetapi
juga dijiwai oleh nilai tersebut.
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai,
moral, dan sikap remaja adalah:
1.
Menciptakan Komunikasi
Dalam
komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.
Anak tidak pasif mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harus
bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral, tetapi anak-anak
harus dirangsang supaya lebih aktif. Hendaknya ada upaya untuk mengikut
sertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dan dalam pengambilan keputusan
keluarga, sedangkan dalam kelompok sebaya, remaja turut serta aktif dalam
tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok. Di sekolah pun para
remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek
moral misalnya dalam kerja kelompok, sehingga dia belajar tidak melakukan
sesuatu yang akan merugikan orang lain karena hal ini tidak sesuai dengan nilai
atau norma-norma moral.
2.
Mencipakan Iklim Lingkungan
yang Serasi
Seseorang
yang mempelajari nilai hidup tertentu dan moral, kemudian berhasil memiliki
sikap dan tingkah laku sebagai pencerminan nilai hidup itu umumnya adalah
seseorang yang hidup dalam lingkungan yang secara positif, jujur, dan konsekuen
senantiasa mendukung bentuk tingkah laku yang merupakan pencerminan nilai hidup
tersebut. Ini berarti antara lain, bahwa usaha pengembangan tingkah laku nilai
hidup hendaknya tiak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual
semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif di mana
faktor-faktor lingkungan itu sendiri merupakan penjelmaan yang konkret dari
nilai-nilai hidup tersebut. Karena lingkungan merupakan faktor yang cukup luas
dan sangat bervariasi, maka tampaknya yang perlu diperhatikan adalah lingkungan
sosial terdekat yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina yaitu orang tua dan
guru.
Perlu
juga diperhatikan bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengajak,
mengundang, atau memberi kesempatan, akan lebih efektif dari pada lingkungan
yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba
membatasi.
G. Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Emosi
1. Bagaimana
cara mengontrol emosi dengan cara tidak menyakiti hati orang lain?
a. Mengenali diri kita sendiri dan mengidentifikasi
apa yang sesungguhnya kita rasakan.
b. Memahami dampak dari emosi yang timbul dari
diri kita sendiri apakah itu berdampak negatif atau positif.
c. Tenangkan dan buang emosi negatif yang timbul
dan berpikirlah secara netral dan lebih berpikir ke dampak dari pelampiasan
emosi negatif itu sendiri. Sadarilah hidup kita tidak sendiri dan masih banyak
orang lain di sekitar kita dan buang ego mu.
d. Berpikirlah dari sudut orang yang terkena
dampak dari emosi dan ego kita dan kita bisa melihat mengapa orang itu
bertindak seperti itu, tenangkan dan berpikirlah secara dingin untuk menangani
hal seperti ini.
2. Bagaimana
cara menimbulkan kepekaan seseorang?
Terbuka dengan orang itu, mengenai sikap
dia yang kurang peka. Bisa juga dengan mengkritiknya atau menyindirnya.
3. Bagaimana
cara mengubah sikap negatif bila sikap itu merupakan pengaruh dari lingkungan,
dan berada dalam lingkungan tersebut?
a. Satukan niat dan tekad yang kuat dalam hati
bahwa diri ini ingin berubah menjadi lebih baik.
b. Perbanyaklah membaca artikel mengenai konsep
diri dan upaya perbaikan diri.
c. Buatlah daftar sikap negatif yang ada di dalam
diri kita yang akan kita hilangkan (mintalah opini orang lain mengenai
penilaian diri mereka terhadap diri kita mengenai hal ini agar dapat membantu
kita dalam berintropeksi diri).
d. Buatlah indikator keberhasilan jika kita sudah
berubah.
e. Buatlah batas waktu perubahan diri.
f. Perbanyaklah berdoa kepada Tuhan agar
dijauhkan dari sikap-sikap negatif. Perlu diingat bahwasanya faktor spiritual
termasuk salah satu faktor pembentuk sikap positif.
g. Berilah penghargaan kepada diri sendiri jika
sudah dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan sikap negatif itu.
4. Apakah
amarah diperlukan saat sedang menasehati?
Tidak, karena hal
itu bisa menyebabkan
kesalahpahaman yang berujung pada pertengkaran.
5. Bagaimana
cara mengendalikan emosi?
Cara
mengendalikan emosi menurut Islam
a. MEMOHON PERLINDUNGAN KEPADA ALLAH
Kita harus meminta perlindungan kepada Allah
dari godaan setan. Sebagaimana kita tahu, emosi menjadi salah satu jalan setan
untuk menggoda manusia. Dengan memohon perlindungan allah, emosi pun dapat
diredam karena perlindungan yang diberikan oleh Allah kepada kita yang sedang
emosi.
Caranya adalah dengan a’udzubillahi minasyyaitho nirrojiim. Hal ini
sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya "Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat jika dibaca oleh orang
ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz a’-uudzu billahi minas
syaithanir rajiim marahnya akan hilang" (HR Bukhari dan Muslim)
b. BERDIAM DIRI
Dengan emosi biasanya seseorang akan berbicara tanpa berpikir terlebih
dahulu apa akibat dari perkataannya tersebut. Dengan berdiam diri dan menjaga
perkataan akan menghindarkan dari perbuatan dosa yang lebih besar.
Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya "Jika kalian marah, diamlah” (HR. Ahmad
dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih). Ucapan makian, hinaan, atau
umpatan yang terucap dari orang yang emosi akan dicatat sebagai perbuatan dosa
oleh Allah SWT. Maka jika sedang dalam keadaan emosi, diam adalah lebih baik
daripada berbicara yang tidak karuan.
c. BERSIKAP RENDAH DIRI
Orang yang marah cenderung akan membenarkan dan dituruti semua keinginannya.
Jika tidak dituruti maka marahnya akan menjadi-jadi. Untuk itu bersikap rendah
diri akan dapat mengendalikan emosi. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW
yang artinya "Apabila kalian marah
dan dia dalam posisi berdiri hendaknya dia duduk karena dengan itu marahnya
bisa hilang. Jika belum juga hilang hendak dia mengambil posisi tidur"
(HR. Ahmad, Abu Daud dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
d. MENGINGAT KEISTIMEWAAN DARI ALLAH
Barang siapa yang dapat mengendalikan emosi maka ia akan diberi
keistimewaan oleh Allah SWT nantinya. Jika seseorang sedang marah, maka
ingatlah bahwa jika bisa mengendalikan emosi maka Allah akan memberi
keistimewaan untuknya.
Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Siapa yang berusaha menahan amarahnya
padahal dia mampu meluapkannya maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh
makhluk pada hari kiamat sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang
dia kehendaki" (HR Abu Daud, Turmudzi, dan Al-Albani).
e. SEGERA BERWUDLU
Emosi bersumber dari setan, dan setan merupakan makhluk Allah yang
terbuat dari api. Maka dengan berwudlu diyakini dapat mengendalikan emosi
seseorang. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan
diciptakan dari api dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah
hendaknya dia berwudhu" (HR. Ahmad dan Abu Daud)
6. Bagaimana
cara membaca emosi seseorang yang tertutup?
Melalui mimik wajah dan gerak tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Sunaro. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Yusuf, Syamsu.
2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar