Minggu, 17 Mei 2015

Emosi



Pemanasan Sebelum Belajar Emosi


1.1    a. Kata apa saja yang menggambarkan dirimu hari ini ?
Kata yang menggambarkan hari ini ialah ngantuk saat bangun dari tidur, senang dan semangat saat berangkat kuliah, tapi terkadang semangat itu berubah menjadi pans, capek, bete jika sudah bertemu dengan kemacetan di jalan apalagi kalau angkutan yang di naiki sering ngetem.

1.1  b. Dapatkah anda menghayati perasaan yang anda alami setiap hari ?
Dapat, seperti:
·  Perasaan bosan,  jika macet di jalan.
·  Perasaan senang, jika sudah sampai di rumah
·  Perasaan sedih, jika waktu libur berkurang

Berikan judul gambar di bawah ini dan apa yang akan terjadi?
Gambar 1. Kucing Melompat


Judul: KEGAGALAN KUCING MELOMPAT
Kronologis:
Pada awalnya 2 kucing tersebut sedang asyik bercanda di atas sebuah batang pohon besar, kemudian salah satu kucing tersebut melompat dan akan ditangkap oleh kucing yang ada di bawahnya yang sudah meregangkan tangannya. Karena mendapatkan gaya dorongan dari kucing yang melompat, maka alhasil mereka berdua jatuh bersamaan, kemudian mereka guling-gulingan dan setelah itu mereka saling kejar-kejaran.

2.1    a.  Andaikata dilarang tersenyum, apa saja yang akan terjadi?
Tentunya wajah setiap orang akan terlihat jutek, jahat, dan juga dapat menimbulkan kerenggangan antar individu dan akan menimbulkan sifat su’udzan tiap individu.

2.1  b. Andai manusia dapat terbang apa yang akan terjadi?
·      Tidak ada pesawat terbang
·      Rok tidak akan dipakai lagi
·      Di udara akan macet
·      Lampu lalu lintas di atas awan

2.  2. Bagaimana memperbaiki metode pengajaran psikologi pendidikan?
Dengan melakukan praktek/ langsung terjun ke lapangan.

3.1    Lanjutan puisi:
Akan kujalani sampai ku tiada
Walau ombak lautan menerpa
Aku tetap berjuang melangkah
Melangkah menempuh wadah pencerah

3.2  Apa kegunaan emosi untuk manusia?
Untuk mengekspresikan perasaan yang ada pada manusia, dan juga kegunaan yang lain yaitu agar hidup manusia tidak datar, dan dapat membagi perasaan ke sesama.

3.3  Apa yang kalian pikirkan mengenai gambar di bawah ini?
Gambar 2. Pesawat Jatuh


Yang saya pikirkan ialah mengenai keluarganya yang ditinggalkan, dan korban yang mengalami kecelakaan, kematiannya sangat mengenaskan.

3.4  Apa yang kalian pikirkan mengenai gambar di bawah ini?
Gambar 3. Mobil Jatuh


Yang saya pikirkan ialah mengenai keluarganya yang ditinggalkan, dan korban yang mengalami kecelakaan, jasadnya tidak dikenali karena hangus terbakar.

Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Emosi
1.    Bagaimana cara mengontrol emosi dengan cara tidak menyakiti hati orang lain?
2.    Bagaimana cara menimbulkan kepekaan seseorang?
3.    Bagaimana cara mengubah sikap negatif bila sikap itu merupakan pengaruh dari lingkungan, dan berada dalam lingkungan tersebut?
4.    Apakah amarah diperlukan saat sedang menasehati?
5.    Bagaimana cara mengendalikan emosi?
6.    Bagaimana cara membaca emosi seseorang yang tertutup?


A.    Pengertian Emosi


Menurut English an English, emosi adalah “complex feeling state accompained by characteristic motor and glanular activies”. (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam) (Yusuf, 2012).
Gambar 4. Emosi Manusia


Secara umum Al-Qur’an mengindentifikasikan perubahan fisiologis yang tereskpresikan dalam bentuk sikap atau tingkah laku. Seperti dalam table berikut ini:

No.
Perubahan Fisologis (faali)
Ayat
QS
1
Degup Jantung
وَجِلت قلوبهم
Al-Anfal: 2, Al-Hajj: 35
2
Reaksi Kulit
تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ
Az-Zumar: 23
3
Reaksi Pupil Mata
تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَٰرُ
Ibrahim: 42, Anbiya: 97
4
Reaksi Pernapasan
صَدْرَهُ ضَيِّقًا
Al-An’am: 125, Al-Hijr: 97, Al-Syu’ara: 13
5
Ekspresi wajah berseri-seri
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُّسْفِرَةٌ، ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ
Abasa: 38-39
6
Wajah hitam pekat atau merah padam
وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
An-Nahl: 58, Al-zumar: 60, Al-Zuhkhruf: 17
7
Pandangan tidak konsentrasi (terpana)
زَاغَتِ ٱلْأَبْصَٰرُ
Al-Ahzab: 10, Shad: 63, An-Najm: 17
8
Menutup telinga karena ketakutan
يَجْعَلُونَ أَصَٰبِعَهُمْ فِىٓ ءَاذَانِهِم مِّنَ ٱلصَّوَٰعِقِ حَذَرَ ٱلْمَوْتِ
Al-Baqarah: 19
9
Menggigit ujung jari
عَضُّوا۟ عَلَيْكُمُ ٱلْأَنَامِلَ مِنَ ٱلْغَيْظِ
Ali Imran: 119
10
Reaksi kinestetis dengan membolak-balik telapak tangan karena menyesal
يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ
Al-Kahfi: 42
  Tabel 1. Ekspresi Manusia dalam Al-Qur'an

B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emosi




Faktor-faktor yang mempengaruhi emosi menurut Harlock (1987):
1.         Usia
Semakin bertambah usia inidvidu, diharapkan emosinya akan lebih matang dan individu akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan emosinya. Individu semakin baik dalam kemampuan memandang suatu masalah, menyalurkan dan mengontrol emosinya secara lebih stabil dan matang secara emosi.
2.      Perubahan fisik dan kelenjar
Perubahan fisik dan kelenjar pada diri individu akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kematangan emosi. Sesuai dengan anggapan bahwa remaja adalah periode “badai dan tekanan”, emosi remaja meningkat akibat perubahan fisik dan kelenjar.

Beberapa ahli juga menyebutkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi, antara lain:
1.      Pola Asuh Orang Tua
Dari pengalamannya berinteraksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola perilaku anak tehadap orang lain dalam lingkungannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam keluarga adalah pola asuh orang tua. Cara orang tua memperlakukan anak-anaknya akan memberikan akibat yang permanen dalam kehidupan anak (Goleman, 2001).
2.    Lingkungan
Kebebasan dan kontrol yang mutlak dapat menjadi penghalang dalam pencapaian kematangan emosi remaja. Lingkungan di sekitar kehidupan remaja yang mendukung perkembangan fisik dan mental memungkinkan kematangan emosi dapat tercapai (Chaube, 2002).
3.    Jenis Kelamin
Laki-laki dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan, mereka memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga cenderung kurang mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh perempuan. Hal ini menunjukkan laki-laki cenderung memiliki ketidakmatangan emosi jika dibandingkan dengan perempuan (Santrock, 2003).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi kematangan emosi adalah usia, perubahan fisik dan kelenjar, cara orangtua memperlakukan anak-anaknya, lingkungan, dan jenis kelamin.
Gambar 5. Punca Gangguan Emosi

C.    Perkembangan Moral, Nilai dan Sikap


Dalam buku psikologi perkembangan peserta didik oleh Prof. Sinolungan mengatakan nilai adalah suatu yang diyakini kebenarannya, dipercayai dan dirasakan kegunaannya, serta diwujudkan dalam sikap atau perilakunya.


 Gambar 6. Macam-Macam Nilai

Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya (Purwadarminto, 1957). Dalam moral diatur segala perbuatan yag dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Gambar 7. Animasi Mengenai Moral

Sedangkan, menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal (Mappiare, 1982). Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Dapat diramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi dan akan diperbuat jika telah diketahui sikapnya.

Bagaimana kaitannya antara nilai, moral, dan sikap?
     Dalam petanya dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol dalam bersikap dan bertigkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Misalnya, dalam pengamalan nilai hidup: tenggang rasa, dalam perilakunya seseorang akan selalu memperhatikan perasaan orang lain, tidak “semau gue”. Dia dapat membedakan tindakan yang benar dan yang salah.
     Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi berkaitan dengan moral. Dalam hal ini, aliran psikoanalisis tidak membeda-bedakan antara moral,norma, dan nilai (Sarlito, 1991). 
     Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu dikenal lebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
Jadi intinya, Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya.
Gambar 8. Kaitan Nilai, Moral dan Sikap


D.    Teori Perkembangan Moral



1.    Teori Piaget
Jean Piaget (1896-1980) menyusun teori perkembangan moralnya yang dikenal sebagai teori struktural-kognitif. Teori ini melihat perkembangan moral sebagai suatu hasil interaksi antara pelaksana aturan, pengikut atau pembuatnya secara individual dengan kerangka jalinan aturan yang bersangkutan yang menunjukkan esensi moralitas itu. Fokus teori ini ada pada sikap, perasaan (afeksi), serta kognisi dari individu terhadap perangkat aturan yang bersangkutan (Kurtines, 1992: 513).
Gambar 9. Jean Piaget
Teori struktur-kognitif Piaget dibangun berdasarkan penelitiannya mengenai struktur kognitif dan perkembangan penalaran moral (moral reasoning) yang termuat dalam karya klasiknya yang terbit pertama kali pada 1932, The Moral Judgement of the Child (Conn, 1982: 378). Piaget melakukan penelitiannya dengan mengamati anak-anak yang bermain kelereng. Pengamatan Piaget menunjukkan adanya kontradiksi yang jelas antara perubahan persepsi yang berkaitan dengan usia dan ketaatan terhadap aturan. Kontradiksi yang dimaksud diselesaikan dengan jalan mengklasifikasikan penalaran moral dan anak-anak yang agak kecil dan yang agak besar (Burton, 1992: 323-324).
Berdasarkan penelitian itu dirumuskan dua buah urutan perkembangan yang paralel: satu rumusan urutan perkembangan berkenaan dengan pelaksanaan aturan, sedang rumusan lainnya berkenaan dengan kesadaran akan peraturan. Masing-masing urutan perkembangan melukiskan adanya peralihan dari orientasi yang bersifat eksternal, egosentris dan heteronom, ke arah orientasi yang menunjukkan adanya keinginan untuk bekerjasama dan berpegang pada aturan itu sebagai hasil perjanjian bersama (Turiel dan Smetana, 1992:459).
2.    Teori Kohlberg
Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg merupakan pengembangan teori struktural-kognitif yang telah dilakukan Piaget sebelumnya. Di atas bangunan teori Piaget itu, Lawrence Kohlberg mengusulkan suatu teori perkembangan pemikiran moral (teori development-kognitif). Teori ini menyatakan bahwa setiap individu melalui sebuah "urutan berbagai tahapan" (invariant sequence of stages) moral. Tiap-tiap tahap ditandai oleh struktur mental khusus (distinctive) yang diekspresikan dalam bentuk khusus penalaran moral (Kneller, 1984: 110).
Gambar 10. Lawrence Kohlberg

E.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral



a.    Perkembangan Kognitif Umum.
Penalaran moral yang tinggi (advanced) penalaran yang dalam mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral bergantung pada perkembangan kognitif (Kohlberg, 1976;Nucci,2006;Turiel,2002). Sebagai contoh: anak-anak yang secara intelektual (gifted) berbakat umumnya lebih sering berpikir tentang isu moral dan bekerja keras mengatasi ketidakadilan di masyarakat lokal ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman sebayanya (silverman,1994). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin perkembangan moral. Terkadang siswa berpikir abstrak mengenai materi akademis dan pada saat yang sama bernalar secara prakonvensional, yang berpusat pada diri sendiri (Kohlberg, 1976; Silverman, 1994).
b.    Penggunaan Ratio dan Rationale.
Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat diterima, dengan fokus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi (induction) (M.L.Hoffman,1970,1975).
c.    Isu dan Dilema Moral.
Dalam teorinya mengenai perkembangan moral, Kohlberg menyatakan bahwa anak-anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilema moral yang tidak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu dengan kata lain, ketika anak menghadapi situasi yang menimbulkan disequilibrium. Upaya untuk membantu anak-anak yang menghadapi dilema semacam itu, Kohlberg menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap di atas tahap yang dimiliki anak saat itu. Kohlberg (1969) percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk memajukan tingkat penalaran moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap. Dia berteori bahwa cara anak-anak melangkah dari satu tahap ke tahap berikut ialah dengan berinteraksi dengan orang-orang lain yang penalarannya berada satu atau paling tinggi dua tahap di atas tahap mereka.
d.   Perasaan Diri.
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berpikir bahwa sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki pemahaman diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan (Narfaez & Rest,1995). Lebih jauh, pada masa remaja, beberapa anak muda mulai mengintegrasikan komitmen terhadap nilai-nilai moral terhadap identitas mereka secara keseluruhan (M.L.Arnold, 2000; Biyasi, 1995; Nucci, 2001). Mereka menganggap diri mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain. Tindakan altruistic dan bela rasa yang mereka lakukan tidak terbatas hanya pada teman-teman dan orang-orang yang mereka kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.


F.     Upaya Pengembangan Moral, Nilai, dan Sikap Serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan

Apa yang terjadi di dalam diri pribadi seseoang hanya dapat didekati melalui cara-cara tidak langsung, yakni dengan mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang tersebut, maupun membandingkannya dengan gejala serta tingkah laku orang lain. Di antaranya proses kejiwaan yang sulit untuk dipahami adalah proses terjadinya dan terjelmanya nilai-nilai kehidupan dalam diri individu, yang mungkin didahului oleh pengenalan nilai secara intelektual, disusul oleh penghayatan nilai tersrbut, dan yang kemudian tumbuh di dalam diri seseorang sedemikian rupa kuatnya sehingga seluruh jalan pikiran, tingkah lakunya, serta sikapnya terhadap segala seuatu di luar dirinya, bukan saja diwarnai tetapi juga dijiwai oleh nilai tersebut.
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah:
1.         Menciptakan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak tidak pasif mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harus bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral, tetapi anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Hendaknya ada upaya untuk mengikut sertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dan dalam pengambilan keputusan keluarga, sedangkan dalam kelompok sebaya, remaja turut serta aktif dalam tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok. Di sekolah pun para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja kelompok, sehingga dia belajar tidak melakukan sesuatu yang akan merugikan orang lain karena hal ini tidak sesuai dengan nilai atau norma-norma moral.
2.    Mencipakan Iklim Lingkungan yang Serasi
Seseorang yang mempelajari nilai hidup tertentu dan moral, kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah laku sebagai pencerminan nilai hidup itu umumnya adalah seseorang yang hidup dalam lingkungan yang secara positif, jujur, dan konsekuen senantiasa mendukung bentuk tingkah laku yang merupakan pencerminan nilai hidup tersebut. Ini berarti antara lain, bahwa usaha pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tiak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif di mana faktor-faktor lingkungan itu sendiri merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai hidup tersebut. Karena lingkungan merupakan faktor yang cukup luas dan sangat bervariasi, maka tampaknya yang perlu diperhatikan adalah lingkungan sosial terdekat yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina yaitu orang tua dan guru.
Perlu juga diperhatikan bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengajak, mengundang, atau memberi kesempatan, akan lebih efektif dari pada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.

G.    Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Emosi



1.    Bagaimana cara mengontrol emosi dengan cara tidak menyakiti hati orang lain?
a.    Mengenali diri kita sendiri dan mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan.
b.    Memahami dampak dari emosi yang timbul dari diri kita sendiri apakah itu berdampak negatif atau positif.
c.    Tenangkan dan buang emosi negatif yang timbul dan berpikirlah secara netral dan lebih berpikir ke dampak dari pelampiasan emosi negatif itu sendiri. Sadarilah hidup kita tidak sendiri dan masih banyak orang lain di sekitar kita dan buang ego mu.
d.   Berpikirlah dari sudut orang yang terkena dampak dari emosi dan ego kita dan kita bisa melihat mengapa orang itu bertindak seperti itu, tenangkan dan berpikirlah secara dingin untuk menangani hal seperti ini.

2.    Bagaimana cara menimbulkan kepekaan seseorang?
Terbuka dengan orang itu, mengenai sikap dia yang kurang peka. Bisa juga dengan mengkritiknya atau menyindirnya.

3.    Bagaimana cara mengubah sikap negatif bila sikap itu merupakan pengaruh dari lingkungan, dan berada dalam lingkungan tersebut?

a.    Satukan niat dan tekad yang kuat dalam hati bahwa diri ini ingin berubah menjadi lebih baik.
b.    Perbanyaklah membaca artikel mengenai konsep diri dan upaya perbaikan diri.
c.    Buatlah daftar sikap negatif yang ada di dalam diri kita yang akan kita hilangkan (mintalah opini orang lain mengenai penilaian diri mereka terhadap diri kita mengenai hal ini agar dapat membantu kita dalam berintropeksi diri).
d.   Buatlah indikator keberhasilan jika kita sudah berubah.
e.    Buatlah batas waktu perubahan diri.
f.     Perbanyaklah berdoa kepada Tuhan agar dijauhkan dari sikap-sikap negatif. Perlu diingat bahwasanya faktor spiritual termasuk salah satu faktor pembentuk sikap positif.
g.    Berilah penghargaan kepada diri sendiri jika sudah dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan sikap negatif itu.

4.    Apakah amarah diperlukan saat sedang menasehati?
Tidak, karena hal itu bisa menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pada pertengkaran. 
   
5.    Bagaimana cara mengendalikan emosi?
Cara mengendalikan emosi menurut Islam
a.    MEMOHON PERLINDUNGAN KEPADA ALLAH
Kita harus meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan. Sebagaimana kita tahu, emosi menjadi salah satu jalan setan untuk menggoda manusia. Dengan memohon perlindungan allah, emosi pun dapat diredam karena perlindungan yang diberikan oleh Allah kepada kita yang sedang emosi.
Caranya adalah dengan a’udzubillahi minasyyaitho nirrojiim. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya "Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz a’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim marahnya akan hilang" (HR Bukhari dan Muslim)
b.    BERDIAM DIRI
Dengan emosi biasanya seseorang akan berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu apa akibat dari perkataannya tersebut. Dengan berdiam diri dan menjaga perkataan akan menghindarkan dari perbuatan dosa yang lebih besar.
Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya "Jika kalian marah, diamlah” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih). Ucapan makian, hinaan, atau umpatan yang terucap dari orang yang emosi akan dicatat sebagai perbuatan dosa oleh Allah SWT. Maka jika sedang dalam keadaan emosi, diam adalah lebih baik daripada berbicara yang tidak karuan.
c.    BERSIKAP RENDAH DIRI
Orang yang marah cenderung akan membenarkan dan dituruti semua keinginannya. Jika tidak dituruti maka marahnya akan menjadi-jadi. Untuk itu bersikap rendah diri akan dapat mengendalikan emosi. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya "Apabila kalian marah dan dia dalam posisi berdiri hendaknya dia duduk karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang hendak dia mengambil posisi tidur" (HR. Ahmad, Abu Daud dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
d.   MENGINGAT KEISTIMEWAAN DARI ALLAH
Barang siapa yang dapat mengendalikan emosi maka ia akan diberi keistimewaan oleh Allah SWT nantinya. Jika seseorang sedang marah, maka ingatlah bahwa jika bisa mengendalikan emosi maka Allah akan memberi keistimewaan untuknya.
Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Siapa yang berusaha menahan amarahnya padahal dia mampu meluapkannya maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki" (HR Abu Daud, Turmudzi, dan Al-Albani).
e.    SEGERA BERWUDLU
Emosi bersumber dari setan, dan setan merupakan makhluk Allah yang terbuat dari api. Maka dengan berwudlu diyakini dapat mengendalikan emosi seseorang. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang artinya "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan diciptakan dari api dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah hendaknya dia berwudhu" (HR. Ahmad dan Abu Daud)

6.    Bagaimana cara membaca emosi seseorang yang tertutup?
Melalui mimik wajah dan gerak tubuh.



DAFTAR PUSTAKA

Sunaro. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Yusuf, Syamsu. 2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Bandung.
Paradigma Moral. Http://staff.uny.ac.id. Diakses pada hari Jumat, 24 April 2015 Pukul 14.28 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar